Pada tanggal itu, umat Islam dan Hindu di Pulau Lombok akan memadati Pura Lingsar, Lombok Barat.
Kedua umat beragama berbeda kepercayaan ini bersatu dalam bangunan Kemaliq (sebuah bangunan suci yang memiliki sumber mata air).
Mereka menggelar prosesi upacara puji syukur atau pujawali.
BACA JUGA: Seni Pepaosan Simbol Keberagaman di Lombok Barat
Usai pujawali dan arak-arakan, prosesi Perang Topat dilakukan oleh seluruh masyarakat mulai anak anak, dewasa hingga mereka yang telah berusia lanjut.
Semua melaksanakannya penuh kegembiraan. Perang akan berakhir ketika senja telah tiba, masing masing membawa sisa sisa ketupat yang digunakan berperang.
BACA JUGA: Bejango Beleq Cara Warga Songak Pertahankan Tauhid
Perang Topat memiliki makna ingin menguatkan tali persaudaraan serta hubungan silaturahmi antara berbagai latar belakang.
Khususnya masyarakat agam Hindu dengan Islam. Tradisi ini memadukan sisi religi dan budaya.
BACA JUGA: Ritual Nunas Neda, Cara Petani Kesik Mohon Kesuburan
Perang Topat juga mencerminkan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas karunia yang telah diberikan dalam bentuk kesuburan tanah, cucuran air hujan dan hasil pertanian melimpah.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News