"Rata-rata hanya seperempat hingga setengah dari panen pertama sehingga dianggap tidak ekonomis. Umumnya hasil padi ratun hanya untuk pakan bebek yang digembalakan di sawah saat bera, Toh, masyarakat Tanah Datar tetap merawat tradisi salibu karena memiliki teknik spesifik," terangnya.
Dalam penelitiannya, ada beberapa varietas padi yang diuji dan mampu mendekati, setara, atau melampaui produksi induknya.
Varietas-vareitas tersebut adalah varietas Batang Piaman yang hasilnya 131,5 persen lebih tinggi dari induknya. Demikian pula Inpari 10 (109,5 persen), Inpari 43 green super rice (GSR) (105,9 persen), Inpari 19 (95,5 persen), Ketan Grendel (90,7 persen), dan Cisokan (101,4 persen).
BACA JUGA: Perangi Narkoba, Kapolda NTB Ajak Atlet untuk Turut Terlibat
“Penampilan sisa tunggul jerami varietas tersebut berbatang besar, kokoh, hijau, serta daun lebat,” ujarnya
Lalu Zarwazi juga mengungkap kunci keberhasilan ratun salibu adalah pemotongan ulang pangkal jerami 7 hari setelah panen.
BACA JUGA: Lengkapi Berkas ke Jaksa, Polres Mataram Musnahkan Ganja
Tunggul jerami yang tersisa dipotong pada jarak 5 cm di atas permukaan tanah. Pada ratun konvensional hal tersebut tidak dilakukan.
Teknik itu membuat pertumbuhan anakan padi seragam.
BACA JUGA: Tenang, Cuaca di NTB Sedang Cerah, Asyik untuk Jalan-jalan
Demikian pula perakaran yang kemudian muncul mampu menjangkau tanah sehingga proses penyerapan hara dari tanah berlangsung kembali. Pemotongan juga membuat produksi hormon auksin dan sitokinin terpicu.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News