Rendahnya padi ratun konvensional yang tanpa pemotongan tunggul jerami disebabkan posisi akar yang muncul terlalu tinggi. Dampaknya akar yang tumbuh tidak mampu menjangkau tanah.
“Hasil panen rendah karena nutrisi yang mengisi malai-malai padi mengandalkan nutrisi yang tersisa pada tanaman induk yang menyelesaikan siklusnya. Berbeda dengan ratun modifikasi salibu nutrisi dipasok juga dari tanah dan pupuk yang diberikan,” sebutnya.
Produksi ratun modifikasi salibu benar-benar bisa sama atau atau kurang sedikit atau lebih tinggi dari produksi tanaman induknya.
BACA JUGA: Perangi Narkoba, Kapolda NTB Ajak Atlet untuk Turut Terlibat
Perhektar rata rata 80-90 persen dibawah produksi induknya atau 110-120 persen lebih tinggi dari produksi tanaman induknya, contoh pada ratun modifikasi salibu varietas Inpari 43 Agritan GSR jika disalibukan 2 kali (1 musim tanaman induk-2 musim ratun Salibu= 3 musim tanam), produksi rata-rata per hektar per tahun sekitar 22.1 ton.
Sementara itu, Direktur Serelia pada Dirjen Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian Moh. Ismail mengungkapkan disertasi yang dihasilkan Lalu Zarwazi berkontribusi besar bagi Kementerian Pertanian.
BACA JUGA: Lengkapi Berkas ke Jaksa, Polres Mataram Musnahkan Ganja
“Hasil riset ini membuat kami percaya diri mempromosikan ratun salibu diterapkan pada daerah-daerah tertentu yang cocok dengan varietas yang juga cocok," akunya.
Hasil riset ini juga membuka peluang riset berikutnya seperti kombinasi ratun salibu dengan jajar legowo maupun hazton yang juga berkembang di masyarakat.
BACA JUGA: Tenang, Cuaca di NTB Sedang Cerah, Asyik untuk Jalan-jalan
Bahkan menurut Ismail, teknik ratun salibu dapat juga dikombinasikan dengan pertanian modern yang telah menerapkan combine harveste.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News