GenPI.co Ntb - Ritual Rebang Alung merupakan rutual adat yang merupakan sanksi atau denda adat yang diberlakukan bagi orang yang membuat pernyataan atau omongan yang menimbulkan konflik di tengah masyarkat.
Mengutip dari laman Majelis Adat sasal dalam istilah Sasak dikenal dengan istilah ngeletuhing jagad.
Dalam ritual ini, anggota masyarakat yang dinyatakan bersalah setelah melalui mekanisme adat harus membayar sanksi atau denda berupa piranti yang sudah disetujui oleh para tokoh adat dan pihak yang dinyatakan bersalah.
Semua piranti dan denda yang sudah ditentukan akan dibawa didalam prosesi adat tersebut.
Salah satu yang harus dibayar atau diserahkan dalam ritual Rebang Alung adalah satu ekor kerbau dengan ukuran dan kriteria tertentu yang sudah disepakati bersama dalam musyawarah adat.
Untuk menentukan besaran denda kerbau tersebut sesuai antara ukuran tanduk kerbau harus sama dengan kuping/telinga, dalam bahasa Sasak dikenal istilah ketarep.
Bukan hanya sampai disitu denda ini juga mengisyaratkan anggota yang bersalah tadi perlu memberi makan anak yatim piatu dan jumlah disepakati dalam mekanisme adat tersebut.
Rebang Alung dapat dimaknai berdasarkan kata penyusunnya yaitu, rebang ini dimaknai sebagai pembersihan, sedangkan alung dimaknai Undeng atawi remis/kotor.
Sehingga rebang alung ini merupakan upacara pembersihan seseorang yang telah melakukan kesalahan besar.
Pada konteks ini pihak yang melakukan kesalahan membayar denda berupa seratus kepeng bolong dan seekor kerbau.
Selain dari pada itu ada 40 ancak dan 4 dulang peroahan.
Kemudian kepala kerbau diarungkan ketengah laut menggunakan jukung yang bermakna kesalahan yang dilakukan telah terhapus dan berhajat semoga segala khilaf yang telah dilakukan mampu dimaafkan dan lenyap bersama dengan luasnya Samudra.(*)