GenPI.co Ntb - Perang yang ada di Lombok Barat Nusa Tenggara Barat (NTB) ini berbeda, perang ini terjadi penuh kedamaian dan persaudaraan.
Orang Lombok mengenal perang itu dengan Perang Topat.
Tradisi Perang topat yang dilakukan turun temurun sejak abad ke 16 silam.
Saat agama Hindu dan Islam menyebar di Pulau Lombok secara bersamaan.
Perang Topat adalah wujud keharmonisan antar umat beragama di Pulau Lombok.
Tradisi ini juga cara masyarakat Lombok baik umat Hindu maupun Muslim, menyatakan damai dengan unik.
"Perang Topat dipusatkan di Pura Lingsar," ujar Kepala Dinas Pariwisata Lombok Barat Saipul Akhkam, belum lama ini.
Tradisi ini secara rutin digelar setiap purnama ke tujuh dalam penanggalan Suku Sasak.
Pada tanggal itu, umat Islam dan Hindu di Pulau Lombok akan memadati Pura Lingsar, Lombok Barat.
Kedua umat beragama berbeda kepercayaan ini bersatu dalam bangunan Kemaliq (sebuah bangunan suci yang memiliki sumber mata air).
Mereka menggelar prosesi upacara puji syukur atau pujawali.
Usai pujawali dan arak-arakan, prosesi Perang Topat dilakukan oleh seluruh masyarakat mulai anak anak, dewasa hingga mereka yang telah berusia lanjut.
Semua melaksanakannya penuh kegembiraan. Perang akan berakhir ketika senja telah tiba, masing masing membawa sisa sisa ketupat yang digunakan berperang.
Perang Topat memiliki makna ingin menguatkan tali persaudaraan serta hubungan silaturahmi antara berbagai latar belakang.
Khususnya masyarakat agam Hindu dengan Islam. Tradisi ini memadukan sisi religi dan budaya.
Perang Topat juga mencerminkan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas karunia yang telah diberikan dalam bentuk kesuburan tanah, cucuran air hujan dan hasil pertanian melimpah.
Masyarakat Lombok meyakini upacara ini akan memberi berkah dengan turunnya hujan.
Kini, Perang Topat merupakan tradisi turun temurun masyarakat di Desa Lingsar Kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat. (*/berbagai sumber)