Sebelumnya, Direktur Fitra NTB Ramli, juga menduga pemilihan swakelola tipe 1 ini sebagai ajang bagi kue oknum tertentu.
Menurutnya, model swakelola memberikan peluang pemilik kewenangan dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.
"Maka di sini ruang masuknya para broker proyek. Broker ini berperan membawa penyedia atau pemborong agar mendapat keistimewaan ditunjuk atau dipilih dalam penyediaan material atau tenaga kerja," katanya, Senin (8/8/2022).
BACA JUGA: Terkait DAK Dikbud, Inspektorat NTB Minta Hati-hati
Siapa para broker ini? Tentu mereka yang memiliki akses ke pihak yg memiliki kewenangan dalam pengelolaan DAK.
"Ini modus umum sebenarnya. Kami menduga tidak hanya di Dikbud," tegasnya.
BACA JUGA: Komisi V DPRD Ajak Publik Awasi DAK Dikbud NTB
Ramli menegaskan, untuk memperjelas posisi para penerima fee yang sudah diketahui publik ini, bisa dilacak siapa para penerima dan pengirimnya.
"Praktek ini menurut kami memang tidak bisa dikategorikan suap atau gratifikasi. Tapi tindakannya dapat jadi petunjuk awal untuk APH menelisik pengelolaan DAK Dikbud NTB," terangnya.
BACA JUGA: Atensi DAK Dikbud, Ditreskrimsus Polda NTB Turun
Anggota DPRD Provinsi NTB, Najamuddin Moestafa justru memberikan saran agar sistem swakelola tipe 1 diganti untuk membuktikan dugaan permainan yang selama ini diperbincangkan.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News