GenPI.co Ntb - Berbagai adat dan budaya yang dimiliki warga Pulau Lombok merupakan cerminan dari cinta kasih, harmoni dan rasa syukur kepada sang Ilahi.
Bersyukur atas segala karunia kemakumran, kesuksesan, jauh dari bahaya dan keselamatan.
Salah satu adat warga Lombok tentang rasa syukur terhadap segala karunia Tuhan, ialah ritual Roah (syukuran) Segare (laut).
Ritual ini tetap dilakukan setiap tahun pada bulan Muharram dalam penanggalan hijriah.
Nelayan di sepanjang Pantai Kuranji Desa Kuranji Dalang Kecamatan Labuapi Lombok Barat, menggambarkan rasa syukur terhadap Tuhan sang pecipta dengan ritual ini.
Prosesi Roah Segara dimulai dengan pembacaan Barzanji, Selakaran, Zikiran dan doa kepada Tuhan semesta alam.
Kemudian prosesi dilanjutkan dengan mendoakan Dulang Penamat (sesaji), untuk kemudian dibawa ke bibir pantai.
Warga Desa Kuranji mengumpulkan berbagai macam makanan dalam dulang di atas nampan bambu yang disebut penulang dulang.
Dulang tersebut kemudian dilarung ke laut. Proses larung itu adalah simbol dari rasa syukur nelayan Desa Kuranji dengan hasil laut yang melimpah.
Sisa makanan tanpa penawaran kemudian dimakan bersama oleh warga dan semua pihak yang hadir dalam ritual ini.
Dalam prosesi Roah Segare, ada beberapa ketentuan adat yang harus dilakukan.
Seperti nelayan tidak boleh melaut mencari ikan selama tiga hari setelah ritual Roah Segare.
Makna dari ini ialah untuk memberi waktu laut memulihkan diri sejenak, setelah selama ini diambil hasilnya oleh nelayan.
Jika hal tersebut dilanggar, nelayan diyakini akan mendapat bala bencana.
Roah Segare merupakan salah satu warisan tradisi dari para leluhur yang tetap dijaga hingga kini.(*)