GenPI.co Ntb - Joki cilik dalam pacuan kuda mendapatkan kritik dari masyarakat.
Hal tersebut dituding sebagai bentuk eksploitasi anak. Bahkan, permasalahan ini sampai dibawa ke ranah hukum.
Menanggapi itu, Ketua Komisi Pacuan Kuda NTB Muliono mengaku, tidak menutup diri terhadap kritik yamg dilayangkan.
Namun, harus dipahami juga seluk beluk pacuan kuda yang sudah turun temurun diadakan oleh nenek moyang di NTB ini.
Menurutnya, kalaupun harus mengkritisi maka sebaiknya disertai solusi yang jelas. Mengingat, kuda di NTB tergolong kecil-kecil dan mustahil baginya harus menggunakan joki besar.
"Terkait permasalahan ini, kami telah meminta Pordasi pusat untuk menggodok aturan tiap joki pacuan kuda tiap daerah berbeda-beda. Semua harus disesuaikan dengan besar kuda. Tidak bisa dipukul rata," katanya, kepada GenPi.co NTB Minggu (24/7).
Muliono menegaskan, jika joki dewasa digunakan menunggangi kuda kecil maka tentu tidak akan sesuai.
"Jika harus dipaksakan untuk tidak menggunakan joki kecil sama saja artinya tidak memperbolehkan pacuan kuda di NTB," ujarnya.
Di sisi lain, NTB merupakan penghasil ternak kuda yang cukup besar di Indonesia ini. Lantas, semua harus diperhatikan juga bagaimana nasib para peternak.
"Apalagi di NTB ini kita sama-sama mengetahui bahwa kudanya kecil-kecil. Seperti kuda di Pulau Sumbawa," terangnya.
Disampaikan juga bahwa joki cilik tidak ada yang dipaksakan. Mereka memiliki bakat dan sudah terlatih. Bahkan, orang tuanya pun mendukung.
"Sebenarnya ini bukan masuk eksploitasi. Joki cilik ini lebih kepada hobi. Pemilik kuda juga tidak membayar, hanya memberikan hadiah kepada joki cilik," jelasnya.
Dia memberikan pandangan bahwa joki cilik ini justru menangis ketika tidak diizinkan menunggangi kuda untuk balapan karena ini bagian dari hobi.
"Kami selalu terbuka dengan adanya pandangan yang berbeda. Kami pun siap duduk bersama menjelaskan ini kepada lembaga bersangkutan seperti LPA dan lainnya," ungkapnya.(*)