Nyarang Ujan, Ritual Penangkal Hujan Masyarakat Sasak

05 Desember 2021 07:00

GenPI.co Ntb - Saat ini di Indonesia memasuki musim hujan. Saban hari air tumpah dari langit. Yang memiliki acara kerap pusing tujuh keliling. Di sinilah kemudian muncul Pawang Hujan. Seseorang yang mampu menahan, atau mengalihkan titik hujan.

Suparman salah satu yang memiliki keahlian Nyarang Ujan. Ia mengklaim nol kegagalan. Tentu hal itu diakuinya tak sepenuhnya karena kemampuannya.

“Semua tentu berkat seizin Allah. Tiang (saya) hanya menjalankan ritualnya. Semua kembali kepada Sang Kuasa,” katanya, Minggu (5/12).

BACA JUGA:  Tari Rudat, Kesenian Lombok yang Hampir Punah

Dikatakan, keberhasilan dalam menjalankan ritual Nyarang Ujan, tak lepas juga dari seberapa jauh kemampuan dan pengetahuan. Jam terbang juga disebutnya sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan yang ingin diraih pada ritual ini.

“Banyak hal yang harus diperhatikan. Di antaranya jenis ritual level mana yang harus diterapkan dengan memperhatikan faktor rentang waktu pelaksanaan ritual,” bebernya.

BACA JUGA:  Wabup KLU Bangga Pemuda Ikut Jaga Budaya

Jika dalam pertengahan musim penghujan seperti sekarang, sambung Suparman, harus menggunakan ritual dengan level agak keras. Beda dengan saat musim hujan masih ringan, biasanya medianya cukup dengan telur kampung.

Namun, saat musim hujan lebat seperti sekarang, medianya harus lebih pedas. “Biasanya saya gunakan jahe," paparnya.

Seluruh tahapan ritual Nyarang Ujan dijalankannya, tak lebih dari sepuluh menit. Pada bagian akhir ritual, seluruh syarat dan bahan diamankan. Tak boleh diganggu siapa pun. Terutama satu siung jahe yang ditutup rapat dengan sebuah gelas kaca.

"Selama jahe yang ditutup dalam gelas itu tidak diganggu, InsyaAllah hujan tidak akan turun,” jelasnya.

“Namun jika sampai ada yang membuka atau menggesernya, biasanya hujan langsung tumpah," sambungnya.

Suparman menyebut, telah menjalankan kemampuanya ini selama lebih dari 25 tahun. Ia tak menjadikan kelebihannya ini sebagai profesi. Tujuan utamanya membantu warga.

Terutama sewaktu ada hajatan di musim penghujan. Kemampuan lainnya, ia pun sanggup memanggil hujan. "Bisa untuk menghalau hujan, bisa juga untuk memanggil hujan. Bisanya dipakai saat musim tanam,” tuturnya.

Konsep dasar dari ritual ini adalah memindah-mindahkan awan pembawa air hujan.(*)

Redaktur: Febrian Putra

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co NTB