GenPI.co Ntb - Pernyataan pihak Kejaksaan Negeri Lombok Tengah (Loteng) yang menuding diintervensi oleh oknum LSM dalam menangani perkara pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dinilai kurang tepat.
Presiden Kasta NTB Lalu Wink Haris menyebut pernyataan tersebut cenderung tendensius dan memicu kegaduhan publik.
Kejari Loteng tidak menyebutkan secara jelas inisial siapa oknum pelaku yang dianggap telah melakukan intervensi dan apa nama lembaganya.
"Apa yang dilakukan oleh Kejari Loteng dengan melempar isu ke publik adalah bentuk playing victim yang memicu ketidak harmonisan antar para pegiat sosial terutama kawan kawan LSM karena tudingan tersebut tidak jelas mengarah ke siapa dan lembaga yang mana," katanya, kepada GenPi.co NTB Minggu (24/7).
Jangan sampai, kata dia, pernyataan blunder seperti itu dilontarkan hanya untuk pengalihan isu dan menutupi kritik publik atas kinerja Kejari Loteng.
Disampaikan, selama ini kinerja Kejari dicap minus oleh banyak pihak akibat ketidakmampuan mereka menyelesaikan perkara-perkara hukum terutama beberapa kasus dugaan korupsi yang melibatkan beberapa pejabat elit di Pemkab Loteng.
"Makna intervensi ini juga harus diperjelas agar tidak multi interpretatif dan diarahkan ke satu pemaknaan saja," ujarnya.
Pihaknya meminta aparat penegak hukum bekerja profesional dan berkeadilan dalam menangani satu perkara hukum.
"Intervensi yang mengarah kepada tujuan yang lebih baik tentu tidak ada masalah. Yang salah itu jika publik melakukan intimidasi, pengancaman atau pemaksaan kehendak dengan cara yang anarkis dan melanggar hukum," terangnya.
Dia menyarankan, Kejari Loteng fokus saja dalam menangani beberapa perkara yang kini masih dalam sorotan publik seperti kasus BLUD RSUD Praya, pengerjaan beberapa proyek puskesmas bermasalah yang didanai APBD serta kasus-kasus lainnya yang ada di meja mereka dari pada membuat pernyataan blunder dan kontra produktif begitu.
Sebelumnya, Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejari Loteng Herlambang Surya Arfai mengungkapkan, dalam proses persidangan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur ternyata tidak berlangsung mulus karena diduga ada intervensi dari oknum LSM yang justru ingin membebaskan terdakwa pelaku.
Diakui, oknum LSM itu pernah datang ke kantor. Mereka mengancam tidak akan menghadirkan saksi dan korban di persidangan.
Ancaman tersebut nyatanya sudah menghambat proses persidangan. Karena selama empat kali persidangan, sejauh ini hanya satu orang saksi yang sudah hadir.
Sedangkan, korban dan juga bapaknya tidak pernah hadir untuk memberikan keterangan. Pihaknya menduga hal ini terjadi karena oknum LSM melakukan intervensi.(*)