Kerisauan Dubes Turki Pada MotoGP Lombok, Begini Penjelasannya

11 Juli 2022 07:00

GenPI.co Ntb - Duta Besar Turki Lalu Muhammad Iqbal yang merupakan putra Lombok mengungkapkan kerisauannya tentang gelaran MotoGP.

Rumahnya yang berjarak hanya beberapa kilometer dari Sirkuit Mandalika kian menunjukkan, meski berada di luar negeri namun informasi mengenai MotoGP tetap diterimanya.

"Jujur saja, saya justru gelisah sebagai orang Lombok," katanya.

BACA JUGA:  Soal Pajak MotoGP, Dewan Sebut Pemkab Loteng Langgar Perda

Menurutnya, ada pikiran yang salah. Yang menganggap MotoGP durian runtuh yang begitu jadi akan menyelesaikan semua problem lokal rakyat Lombok.

Bagi Iqbal, MotoGP adalah MotoGP. Tak ada beda dengan hiburan lainnya, yang punya kalkulasinya sendiri. Soal untung rugi pastilah menjadi hitungan utama.

BACA JUGA:  BPS Sebut Total Perputaran Uang Selama MotoGP Rp606,7 Miliar

"Soal rakyat sekitar, itu ada di daftar paling bawah pastinya. Tapi MotoGP tidak bisa disalahkan," ujarnya.

Balapan kuda besi ini, kata Iqbal, merupakan entitas bisnis, sepertinya elemen kapitalisme lainnya, dia ada untuk mencetak laba. Buat bangun fasilitas itu MotoGP juga meminjam di bank dan harus mengembalikan bunga serta pinjaman berikut menambang keuntungan.

BACA JUGA:  MotoGP Sumbang Rp4,5 Triliun, Kata Menteri Sandiaga Uno

"Biaya sosial tak masuk dalam hitungan mereka, karena itu urusan orang lokal," ucapnya.

Iqbal pun mengingatkan, wisata Senggigi dulu, yang dibangun di akhir 80-an dan 90-an. Semua orang mengira akan ada durian runtuh yang menyelesaikan semua masalah.

Sudah puluhan tahun Kawasan itu ada dan semua masalah lokal masih tetap ada, ditambah lagi dengan masalah sosial baru akibat budaya baru yang dibawa oleh pariwisata yang masuk tanpa permisi.

"Ya budaya ini datang mengikuti kedatangan orang-orang asing tanpa kulo nuwun,"ucap alumni Ponpes Assalam, Solo ini.

Pun begitu dengan hadirnya bandara internasional di Kabupaten Lombok Tengah, semua orang tenggelam dalam euforia. Semua pemimpin lokal baik formal maupun informal meletakkan harapan ke bandara tersebut untuk menyelesaikan semua masalah lokal.

"Setelah sekian tahun, masalah-masalah lokal tetap disitu-disitu saja, dan ditambah dengan masalah baru akibat meningkatnya mobilitas manusia yang membawa juga budaya-budaya dan peradaban luar ke masyarakat lokal," ujarya.

"Yang sama sekali tidak dipersiapkan untuk menghadapi benturan budaya cultural shock (gagap budaya)," sambungnya.

Iqbal justru menilai, ekonomi yang sustainable adalah ekonomi yang dibangun dari bawah, bukan yang disuntikkan dari atas melalui investasi-investasi besar.

"Lalu apakah Kapitalisme salah?. Bisa iya, bisa juga tidak. Yang jelas salah adalah, kalau kita menggantungkan harapan berlebihan dan lupa memitigasi resiko-resikonya," tandasnya.(*)

Redaktur: Febrian Putra Reporter: Ahmad Sakurniawan

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co NTB