Polda NTB Ambil Alih Kasus Amaq Sinta Sang Pembunuh Begal

15 April 2022 08:00

GenPI.co Ntb - Kasus Amaq Sinta, pembunuh begal yang ditetapkan tersangka oleh Polres Kabupaten Lombok Tengah (Loteng, kini diambil alih oleh Polda NTB.

Amaq Sinta berduel dengan empat begal yang berujung dua orang tewas di tempat.

"Sekarang penanganan kasusnya ditangani penyidik Ditreskrimum Polda NTB," kata Kapolda NTB Irjen Pol Djoko Poerwanto dilansir dari Antara.

BACA JUGA:  Kapolres Loteng Berikan Penangguhan Penahanan Amaq Sinta

Alasan Polda NTB  menarik kasus tersebut dari penanganan Polres Loteng belum dijabarkan secara detil.

Namun, kasus ini memang mendapat atensi dari publik.

BACA JUGA:  8 Fakta Tentang Amaq Sinta Sang Pembunuh Begal

Pelaku begal yang diduga tewas di tangan Amaq Sinta, berinisial OWP dan PE.

Menurut hasil visum, mereka tewas dengan luka tusuk di bagian dada dan punggung hingga menembus paru-paru.

BACA JUGA:  Cerita Amaq Sinta Berduel dengan Empat Begal Bermodal Pisau

Berdasarkan kronologis yang disampaikan melalui keterangan tertulisnya, mereka dikatakan tewas ketika beraksi di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah.

Sedangkan nasib dua rekan lainnya berinisial HO dan WA, yang disebut bertugas memantau situasi dari belakang, melarikan diri setelah mengetahui dua rekannya, OWP dan PE tewas.

Hasil penyidikan sementara, dalam kasus ini, polisi telah menetapkan Amaq Sinta sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP juncto Pasal 49 ayat 1 KUHP.

Pasal 338 KUHP subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP tersebut mengatur tentang perbuatan pidana pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain. Namun kedua pasal tersebut dikaitkan dengan Pasal 49 ayat 1 KUHP tentang Pembelaan Terpaksa (Noodweer) yang menyatakan AS tidak dapat dipidana.

"Memang pembunuhan atau menghilangkan nyawa orang lain merupakan perbuatan pidana yang dapat dihukum, akan tetapi dalam kasus ini ada alasan pemaaf karena situasi tertentu (pembelaan terpaksa), sebagaimana diatur pada Pasal 49 KUHP," ujarnya.

Namun untuk kepastian hukum kasus ini, Djoko dalam keterangannya mengingatkan kembali bahwa hal tersebut seutuhnya ada pada kewenangan hakim pengadilan.

"Jadi Polri dalam kasus ini hanya melaksanakan penyidikan tindak pidana, sedangkan yang menilai atau memutuskan apakah perbuatan tersebut sebagai pembelaan terpaksa adalah majelis hakim," ucapnya.

"Oleh karena itu, pembuktiannya haruslah dilakukan di muka persidangan," sambung Jenderal Bintang dua ini.(*)

Redaktur: Febrian Putra Reporter: Ahmad Sakurniawan

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co NTB