Tradisi Tetulak, Simbol Berserah Diri kepada Sang Pencipta

22 November 2021 22:00

GenPI.co Ntb -  Tradisi di Lombok sangat kental dengan penyerahan diri manusia kepada sang pencipta.

Hampir semua tradisi yang ada, adalah simbolitas manusia berharap dan memohon perlindungan dan keberkahan Allah sang pencipta alam.

Tradisi juga merupakan bagian dari refleksi jiwa terhadap diri, lingkungan, dan sang pencipta. Hadir dalam keseharian, mendampingi aktivitas manusia.

Para leluhur mengemas tradisi-tradisi ini dalam simbol-simbol kuliner, permainan tradisional, kerajinan, dan kearifan lokal lainnya.

Esensinya mengandung makna, membawa pesan berharga berisi nasehat dan penyerahan diri.

Salah satu tradisi religi tahunan di kalangan umat islam di Lombok ialah Tetulak (kembali).

Tradisi Tetulak memiliki makna pengembalian diri kepada yang Maha Kuasa yaitu Allah sang penguasa alam.

Dengan tradisi ini, manusia diingatkan jika tugasnya hanya beriktiar dan berdoa.

Sementara penentuan semuanya adalah Allah, penguasa semesta.

Dalam prosesi Tetulak, penyerahan diri disimbolkan dengan Sonsonan (bawaan di atas kepala).

Makna Sonsonan selain berserah diri, ialah manusia wajib bersyukur, bersedakah, dan berbagi kepada sesama.

Di Sonsonan ini, ada beberapa alat ritual seperti bubur puteq (bubur putih dan bubur abang (bubur merah).

Kedua bubur ini memiliki makna sebagai asal-usul manusia yang diawali dari perkawinan. Bubur putih adalah lambang bapak, bubur merah adalah lambang ibu.

Tradisi ini juga digelar untuk memohon dijauhkan dari mara bahaya.

Dua jenis bubur ini dihidangkan pada hari pertama. Di hari kedua, hidangan yang digunakan adalah serabi bekerem (berendam).

Ini lambang dari adanya janin di dalam perut (kehamilan) buah hasil perkawinan.

Kemudian hari ketiga adalah ketupat berukuran besar dan kecil.

Ini mengandung makna manusia harus menerima segala apapun pemberian Allah dengan rasa syukur.

Hidangkan untuk hari keempat adalah nasi yang lauk-pauknya tidak boleh hewan atau makhluk yang bernyawa (daging).

Ini dimaknai sebagai bentuk pengembalian diri dan pembersihan hati dengan hidup secara apa adanya.(*)

Redaktur: Zainal Abidin

BERITA TERKAIT

Copyright © 2025 by GenPI.co NTB