Cerita Sukses UMKM BRI, Wanita Bangun Usaha Omzet Puluhan Juta

22 Mei 2022 14:17

GenPI.co Ntb - Choirul Mahpuduah (53) mendapatkan kesuksesan saat membangun komunitas usaha Kampung Kue di Surabaya, Jawa Timur.

Sebelum menjalankan bisnis, dia adalah buruh pabrik. Namun, dia terkena pemutusan hubungan kerja.

Dia lantas membangun komunitas usaha perempuan di kampungnya. Di dalam komunitas itu terdapat beberapa unit usaha, termasuk kue milik Mahpuduah.

BACA JUGA:  Dirut BRI Sunarso Dinobatkan sebagai Business Person of The Year

Dia menyebut Kampung Kue merupakan paguyuban yang anggotanya terdiri dari 63 orang pengusaha kue.

“Kampung kue saya gagas mulai 2005. Saya melihat pada 2005 banyak ibu di kampung saya kalaua pagi-pagi sudah menganggur atau merumpi tidak melakukan kegiatan yang produktif. Kalau siang, sebagian dari mereka dikejar-kejar rentenir,” katanya.

BACA JUGA:  BRI Dorong UMKM Naik Kelas, Begini Langkahnya

Dia pun akhirnya membuat komunitas Kampung Kue di Rungkut Lor, Gang 2 RT 04 RW 05, Kelurahan Kalirungkut, Kecamatan Rungkut Kota Surabaya.

Sebelum mendirikan komunitas, dia terlebih dahulu melakukan pengamatan kecil-kecilan. Pada 1970, warga setempat dikenal sebagai produsen pakaian dalam laki-laki dan perempuan.

BACA JUGA:  Begini Upaya BRI Lindungi Data Nasabah dari Kejahatan Perbankan

Ibu-ibu di Rungkut Lor Gang 2 sebagian ada yang memproduksi kue. Namun, saat itu tidak terlalu berdampak besar, terutama terhadap masyarakat lingkungan sekitar.

Mahpuduah lantas mencoba mengembangkan potensi yang pertama, yaitu mengembalikan kejayaan Rungkut Lor Gang 2 dengan membuka usaha sulam pita.

Akan tetapi, usaha itu tidak berpengaruh besar terhadap perekonomian ibu-ibu.

Menurutnya, membangun komunitas usaha bisa mengangkat martabat perempuan menjadi pribadi yang lebih produktif, khususnya bagi ibu-ibu di Rungkut Lor Gang 2 yang sebelumnya menganggur.

Di samping itu, ada sebagian ibu yang menolak didirikannya komunitas. Dia menganggap hal tersebut merupakan hal yang lumrah.

Berbekal tekad yang kuat, akhirnya pada 2005 resmi berdiri komunitas Kampung Kue yang di dalamnya terdiri dari 63 pengusaha kue basah dan kering.

“Dari situ saya mengajak ibu-ibu pelatihan bikin kue sebisa saya. Kemudian lama-kelamaan kami punya jaringan dengan LSM-LSM perempuan, serikat buruh dan dinas-dinas dengan perusahaan perusahaan swasta, BUMN, universitas dan para mahasiswa yang akhirnya membuat nama kampung kue makin dikenal,” ujarnya.

Saat awal mendirikan komunitas Kampung Kue, dia dihadapkan dengan kesulitan pembiayaan. Saat itu, semua pendanaan masih keluar dari kantong pribadi Mahpuduah.

Dia sadar bahwa diperlukan urunan dana dari anggota. Terkumpulah dana sebanyak Rp 150 ribu yang berasal dari 3 orang anggota komunitas Kampung Kue.

Dana tersebut digunakan untuk simpan pinjam anggota jika memerlukan dana untuk membuat kue.

Seiring berjalannya waktu, anggota komunitas terus bertambah, yakni dari 10 orang menjadi 15 orang.

Setiap anggota diarahkan memiliki simpanan pokok Rp 50 ribu dan simpanan sukarela disesuaikan dengan kemampuan anggota, sedangkan simpanan wajibnya Rp 10 ribu per bulan.

“Saat pertama kali berdiri komunitasnya kesulitan dalam pendanaan. Tapi setelah semua perusahaan swasta, BUMN, pemerintah, akademisi mengenal kampung kue, akses permodalan pun menjadi lebih mudah termasuk dengan BRI,” ujarnya.

Untuk omzet sendiri, sebelum pandemi perputaran uang per hari dalam komunitas Kampung Kue mampu mencapai Rp 20 juta per hari.

Namun, ketika pandemi hanya 10 persennya. Sekitar Juli 2021, ekonomi semakin membaik. Akhirnya pada 2022 Kampung Kue bisa bangkit kembali.

Mahpuduah menjelaskan penghasilan setiap anggota berbeda-beda karena pengelolaannya diserahkan ke masing-masing individu.

Namun, dengan banyaknya jumlah anggota dan karakter bisnisnya ibu-ibu itu berbeda-beda, ada yang mempekerjakan karyawan.

Ada juga yang masih memanfaatkan anggota keluarganya masing-masing untuk membantu membuat kue.

Produk kue yang dihasilkan komunitasnya dibagi menjadi dua jenis yaitu kue basah dan kue kering.

Untuk Kue basah ada dadar mawar,  pisang cokelat, dadar gulung,  lumpur, pandan fla, puding, onde-onde, muffin, apem, terang bulan, pastel, risoles,  pie susu, pie apel, pie susu keju, donat.

Produk kue kering terdiri dari Almond Crispy, kacang, dan Cheese stick. Untuk harga, Kampung Kue mematok di kisaran Rp 1.500-Rp 4.500 untuk kue basah. Sementara kue kering mulai dari Rp 15.000 hingga Rp 70.000.

“Ada kue-kue basah tetapi ada juga kue-kue kering yang dihasilkan di kampung kue, dan bisa menjadi oleh-oleh khas Surabaya. Misalnya almond crispy yang saya produksi itu sudah bisa dijual bisa menembus pasar Singapura melalui Bank Indonesia,” katanya.

Sebab kue kering itu sifatnya tahan lama dibanding kue basah, sehingga penjualannya bisa sampai ke luar negeri, dan penjualannya hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Seperti ke Jakarta, Kalimantan, Bogor, Batam, Mataram, dan Bali.

Tak hanya penjualan offline, komunitas Kampung Kue juga menjual berbagai produknya secara online, baik melalui media sosial seperti facebook, Instagram, dan WhatsApp.

Anggota komunitas juga sudah mengikuti kelas-kelas digital marketing.

Mahpuduah mengatakan, hampir semua anggota komunitas Kampung Kue adalah nasabah BRI.

Akhirnya begitu mantri BRI datang dan mereka tertarik dengan kegiatan Kampung Kue, hingga memutuskan menyalurkan bantuan berupa sarana dan prasarana pada tahun 2021.

“Seperti tenda, celemek, meja, baju, topi, dan pameran-pameran kita diajak BRI untuk mempromosikan produk Kampung Kue. Kami tidak dapat bantuan uang, tapi sarana dan prasarana dalam bentuk barang yang bisa kita manfaatkan,” ungkapnya.

Kata dia, pada 8 Februari 2022 kemarin Kampung Kue telah diresmikan oleh Wali Kota Surabaya sebagai Kampung Wisata Kuliner, dan edukasi. Apa yang diberikan BRI sangat bermanfaat, karena meja dan tendanya bisa dipakai untuk berjualan.

Sementara, untuk bantuan bentuk uang lebih ke KUR. Para anggota komunitas Kampung Kue menjadi lebih mudah mendapatkan pinjaman dari BRI.

“Selama kita bekerja sama dengan banyak pihak kita lebih mengutamakan kerjasama bantuan sarana dan prasarana, pelatihan-pelatihan, digital marketing, hingga food photography. BRI juga mengajak kita untuk ikut Bazaar Ramadhan di Maspion Square. Menurut saya BRI telah memudahkan ibu-ibu membuka usaha,” pungkasnya. (*)

 

Redaktur: Ragil Ugeng

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co NTB