Hamsir Purwadi Usaha Sembako, Modal Rp 100 Ribu, Omzet Bisnis Rp 300 Juta

18 Maret 2023 06:22

GenPI.co Ntb - Keputusan Hamsir Purwadi berhenti dari guru honorer, lalu membuka kios sangat tepat.

Pria gondrong itu bisa mendapatkan omzet bisnis ratusan juta rupiah dari usahanya berjualan sembako.

Sebelum kehidupannya berubah seperti sekarang, pengusaha asal Lombok Tengah itu menjadi guru honorer pada 2009-2015.

BACA JUGA:  Pengusaha Muda Ini Berdayakan Perempuan Kota Bima

Dia mendapatkan honor Rp 500 ribu selama tiga bulan. Gaji yang tidak besar membuat Hamsir putar otak.

Hamsir mulai membuka kios pada 2014. Dia meminjam uang Rp 5 juta di bank sebagai modal bisnis membuat kios seadanya.

BACA JUGA:  Istri Hobi Makan Roti, Pengusaha Muda Kota Bima Sukses Bisnis Modern Bakery

Di sekolah, Hamsir mendapatkan teguran dan pilihan untuk berhenti atau lanjut mengajar karena sering terlambat.

Merasa gaji menjadi honorer tidak mencukupi kebutuhannya, Hamsir memutuskan berhenti mengajar dan fokus menjalankan usaha.

BACA JUGA:  Siti Si Pengusaha Muda Lombok Tengah, Bisnis Camilan Omzet Ratusan Juta

"Awal membuka usaha ini dengan modal Rp 100 ribu. Itu pun sisa dari membuat kios," kata Hamsir kepada GenPI.co NTB, Jumat (17/3).

Berkat ketekunan, usahanya mulai berkembang. Modal awal terus diputar untuk menambah barang.

Saat ini, usaha Hamsir berkembang pesat. Omzet per bulan Rp 300 juta dengan pendapatan bersih Rp 30 juta.

Dia membuka tokonya mulai pukul 07.00 WITA sampai 03.00 WITA.

"Saya berjualan di sini bersama istri dan adik-adik. Pagi sampai sore mereka yang menjaga toko dan saya malamnya," ujar pria 35 tahun itu.

Hamsir mengaku tidak pernah membayangkan usahanya bisa berkembang seperti sekarang.

"Dahulu kios saya ukurannya 3x3 meter dan sekarang 15x25 meter tingkat dua," ucap ayah 2 anak itu.

Hamsir pun bersyukur perekonomiannya meningkat drastis. Sebab, dia pernah mengalami masa prihatin.

Pria gondrong itu mengaku pernah hanya sarapan dengan lauk sambal goreng.

"Uang saku sekolah saja saya harus membantu kakak mengurut dan diberikan Rp 5 ribu sehari," kata pria asal Kelurahan Leneng, Kecamatan Praya, itu.

Hamsir merasa lebih menderita ketika ayahnya meninggal dunia saat dirinya duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).

"Saya menikah pada 2014 dan belum mempunyai rumah. Terpaksa menumpang di rumah orang tua," ucap pria gondrong itu. (*)

 

 

 

Redaktur: Ragil Ugeng Reporter: Ahmad Sakurniawan

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co NTB